Header Ads

Dukung Terdakwa jadi Gubernur, Inilah Alasan Konyol Tokoh Pendukung Ahok








Pasal 83 UU No 23 Tahun 2014 Pemerintahan Daerah telah tegas mengatur bahwa Kepala Daerah bahwa Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diancam pidana 5 tahun atau lebih harus diberhentikan sementara tanpa usulan DPRD. Atas aturan ini, para ahli hukum telah menyatakan bahwa Basuki T Purnama alias Ahok harus diberhentikan dari Gubernur DKI Jakarta.

Salah satu yang berpendapat demikian adalah Prof. Romli Atmasasmita, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Padjajaran.

"Harus diberhentikan sementara dari jabatan Gubernur," Kata Romli seperti dikutip sindonews.com

Namun tak ada tanda-tanda Ahok akan diberhentikan. Malah setidaknya ada 3 pihak yang membela Ahok seperti berikut:

1. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo

Menurut Tjahjo, Ahok baru bisa diberhentikan bila Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya 5 tahun atau lebih.

"Saya tetap berpegang pada aturan yang ada. Kami menunggu tuntutan jaksa setelah saksi-saksi ini. Kalau tuntutannya di atas lima tahun, pasti saya akan berhentikan sementara," kata Tjahjo di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (6/2/2017), seperti dikutip okezone.com

Padahal tak lama sebelum Tjahjo berkata seperti itu, ia sudah menjanjikan akan memberhentikan Ahok setelah cuti kampanyenya berakhir.

"Sekarang ini kan petahana (Ahok) lagi cuti. Berarti kan sedang tidak menjabat. Nah begitu (setelah masa) cutinya habis, baru akan diberhentikan," ujar Tjahjo kepada di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Jawa Barat, 16 Desember 2016 lalu. kompas.com

Pernyataan Tjahjo ini dibantah oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Ia meluruskan bahwa status terdakwa yang terancam tuntutan 5 tahun sudah cukup menjadi alasan untuk seorang kepala daerah diberhentikan.

"Seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa, bukan menjadi tertuntut (tersangka) ya, yang sudah menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara," kata Mahfud MD di Gedung KPK, Kamis, 9 Februari 2017 seperti dimuat viva.co.id

Begitu juga pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Ia meluruskan pandangan Tjahjo Kumolo.

"Yang menjadi dasar UU Nomor 23 pasal 83 ayat 1 itu bukan hukuman yang dituntutkan, yang dicantumkan dalam tuntutan JPU. Tetapi orang itu didakwa sudah di persidangan, dengan dakwaan perbuatan apa dan ancaman pidananya berapa," ungkapnya seperti dilansir republika.co.id

2. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.

Pembelaan lain datang dari mantan relawan Jokowi semasa pemilihan presiden (pilpres), Refly Harun. Ia beranggapan bahwa Pasal 83 bisa berlaku kepada Ahok bila mendapat ancaman minimal 5 tahun penjara. Sementara ancaman yang dihadapi Ahok maksimal 5 tahun (bukan minimal 5 tahun).





"Kalau diancam hukuman 5 tahun atau lebih, barulah Ahok masuk kategori Pasal 83 ayat 1," ungkap pria yang di zaman Jokowi ini menjabat Komisaris Jasa Marga,  Jumat 10 Februari 2017, seperti dikutip inilah.com


Ucapan Rely ini berbeda dengan yang diungkapnya dulu. Ia pernah berpendapat bahwa tidak layak seseorang menjadi pejabat publik dengan status tersangka.

"Siapapun status tersangka tidak layak diajukan menjadi pejabat publik," katanya di Jakarta.

Dan cuitannya di jejaring sosial twitter pada 3 Januari 2017 lalu terakhir masih bisa diakses. Melalui akun @ReflyHZ, ia menulis, "Banyak yang bertanya kenapa Ahok belum dicopot padahal sudah terdakwa. Jawaban saya, buat apa dinonaktifkan wong dia sudah nonaktif. Kalau nanti kampanye sudah berakhir dan tetap terdakwa, barulah dinonaktifkan dengan alasan sudah jadi terdakwa."

Pernyataan Refly Harun baru-baru ini jelas berbeda 180 derajat dari ucapan sebelumnya.

3. Todung Mulya Lubis.

Ahad, 12 Februari 2017 pengacara kondang Todung Mulya Lubis berkomentar melalui akun twitternya, @TodungLubis. "Debat soal Ahok apakah musti dinonaktifkan atau tidak, tak bisa dilakukan dalam iklim politisasi yang dodorong oleh demonstrasi dan tekanan masa," tulisnya.

Kemudian Mahfud MD menjawab melalui akun twitter @mohmahfudmd. "Bang Todung, dulu ketika UU dibuat sudah didiskusikan tanpa demonstrandan belum ada perkara Ahok. Juga sudah diterapkan kepada yang lain."



Diberdayakan oleh Blogger.