Header Ads

Aksi Bela Islam dan Saat Allah hendak Jadikan Kita Pasukan Badar







Sangat jarang saya menangis. Tapi Jumat 2 Desmber 2016 lalu, beberapa kali saya tak bisa membendung desakan air mata yang keluar dari kedua bola mata ini. Rasa haru terus menyelimuti sepanjang aksi.

Diawali saat baru tiba di lokasi. Usai mobil diparkir dekat Tugu Tani, saya langsung disambut oleh ibu-ibu yang memberikan makanan.

"Pak ini diambil snacknya buat sarapan," kata seorang ibu berjilbab sambil membawa kardus berisi makanan.

Air mata menetes. Di pagi hari mereka bersusah payah hanya untuk membagikan penganan sarapan. Gerangan apa yang menggerakkan mereka?

Saat berjalan perlahan menuju Monas, saya melihat anak-anak usia SMP dengan kepala berbalut tuliskan mujahid melangkah dengan semangat diiringi pekik takbir. Tubuh mereka mungil tapi ayunan kaki dan teriakan mereka jauh melebihi ukuran badannya. Air mata ini kembali menetes. Gerangan apa yang menggerakkan mereka?

Ada pula bapak-bapak yang rambutnya telah memutih. Mereka tampak kuat dan berjalan mantap menuju Monas. Kepala mereka pun diikat dengan kain bertuliskan Aksi Bela Islam 3. Lagi-lagi air mata menetes haru. Gerangan apa yang menggerakkan mereka?

Di depan Balaikota DKI Jakarta, saya ditawari salak pondoh oleh dua orang lelaki yang datang dari Temanggung, Jawa Tengah.

"Ayo Pak diambil salaknya," ujar seorang lelaki.

Sekali lagi saya tak mampu membendung air mata ini. Gerangan apa yang menggerakkan mereka?

Lalu tepat di samping pintu masuk Lapangan Monas, ada tawaran layanan charger HP gratis.

"Siapa yang HP nya lowbatt, silakan mencharger disini. Gratis," teriak seorang lelaki muda.

Ya Allah, disaat mereka sebenarnya bisa meraup keuntungan dengan jasa yang mereka tawarkan, tapi mereka justru tak ingin dibayar. Air mata ini menetes. Gerangan apa yang menggerakkan mereka?

Episode tangis haru saya mencapai puncaknya saat Sholat Jumat. Hujan yang mengguyur tak mampu membuat jutaan umat yang hadir bubar. Mereka tetap khusyuk sambil menahan dingin yang menusuk tulang.

Ya Robb, apa sesungguhnya yang menggerakkan ini semua?

Sabtu dini hari usai aksi, sekitar pukul 03.00 saya terbangun lalu membaca buku The Great Story of Muhammad yang diterbitkan Maghfirah Pustaka. Kebetulan saya yang menyusunnya dan menjadi Ghost Writer buku sirah tersebut. Saya membuka kisah Perang Badar. Saya nukilkan petikannya:

Malam terus merambat. Rasa lelah mendera pasukan Muslim. Rasa kantuk yang hebat datang menyerang. Hujan yang turun di gelapnya malam membuat pasukan tak kuasa menahan kantuk. Mereka tertidur ditemani perlengkapan perang yang menempel di tubuhnya.

Abu Thalhah sebagaimana diriwayatkan Ahmad berkisah.

"Rasa kantuk menyerang kami sementara kami masih berada dalam barisan pada waktu Perang Badar. Aku termasuk salah satu yang terkantuk. Tidak terasa pedangku terjatuh dari genggamanku, lalu aku memungutnya. Terjatuh lagi dan aku memungutnya. Setelah itu aku berdiri dengan perasaan malu. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu."

Kemudian turunlah firman Allah swt:

"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan engkau mengantuk sebagai suatu penentraman dariNya dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kakimu (QS. Al Anfal:11)





Malam itu Allah swt menurunkan hujan sangat deras sehingga menghalangi pasukan musyrik untuk menyerang. Anehnya, kaum Muslim merasakan hujan itu seperti gerimis yang sangat mensucikan mereka: hujan yang melenyapkan gangguan setan, mengukuhkan tempat berpijak, memadatkan tanah, menegakkan kaki yang berdiri dan menyatukan hati (Zaadul Ma'ad)

Bisa jadi banyak yang nyinyir dan menganggap sangat lebay menyamakan kisah hujan di Monas dengan di Badar. Bahkan, jika tak turun hujan pun, masih banyak orang yang menghina kita karena ikut aksi.

Tapi begitulah cara Allah membedakan yang haq dan bathil. Penistaan agama oleh Ahok membuka kedok siapa yang sesungguhnya berada dalam barisan Islam dan musuh kaum muslimin. Bukankah Perang Badar juga disebut Yaumul Furqan? Hari Pembeda antara kebenaran dan Kebathilan?

Disanalah Umar bin Khaththab membunuh pamannya Al Ash bin Hisyam. Abu Bakar berhadapan dengan anaknya Abdurrahman. Lalu paman Nabi saw Abbas bin Abdul Muthalib ditahan pasukan muslimin. Saat itu, hubungan kekerabatan putus. Yang tersisa hanyalah kalimat iman mengalahkan kalimat kufur.

Jika kita masih tak yakin soal Badar, simaklah apa pesan Almarhum KH Hasyim Muzadi.

"Saya menduga aksi damai 212 dihadiri oleh kalangan malaikat,” ujarnya saat mengisi acara Maulid Nabi Muhammad Saw., di Masjid Nuruttaqwa Malang, Sabtu (3/12/16).


Untuk menguatkan pendapatnya, dia menyebutkan ada 4 kejadian yang amat nyata dan disaksikan oleh seluruh peserta aksi 212.

“Minta teduh, diberi teduh. Minta hujan, diberi hujan. Tujuh juta lebih berkumpul dan bubar tanpa musibah. Jam 4 sore, Monas dan sekitarnya bersih kembali seperti semula,” ungkap Kiai Hasyim.

Dia pun mengenang peristiwa Perang Badar yang ternyata dihadiri para malaikat.

“Patut diduga, peristiwa di Surah Al-Anfal ayat 9, 1.400 tahun yang lalu yang terjadi di Lembah Badar, kemarin terjadi lagi di Monas,” katanya.

Dan hari ini, saat umat Islam kembali akan melakukan Aksi Bela Islam, spirit Badar kian menguat. Dulu, Rasulullah saw memimpin pasukan yang hanya berjumlah 313 orang melawan 1000 tentara kafir pimpinan Abu Jahal, Sang Bapak Kebodohan. 

Saya menetes haru usai membuka kembali kisah Badar. Sepertinya, inilah cara Allah yang hendak menjadikan kita sebagai pasukan Badar di akhir zaman ini yang dipimpin oleh ulama-ulama panutan umat: Ust Bachtiar Nasir, Habib Rizieq Shihab, Ust Arifin Ilham hingga Aa Gym.

Wallahua'lam bishshowab

Erwyn Kurniawan







Diberdayakan oleh Blogger.