Header Ads

Hoax dan Pendukung Ahok: Dua Sisi Mata Uang yang Tak Terpisahkan

Ahok kunjungi rumah almarhumah Hindun, Senin (13/3) yang bermula dari berita hoax yang disebarkan pendukungnya.







Seorang sahabat lama di kampus menelepon saya pekan lalu, saat pagi masih menyapa. Lama kami tak bersua, bercakap via telepon, apalagi bertatap muka. Agak kaget saya menerimanya. Menduga-duga apa kabar yang akan ia sampaikan.

Setelah saling bertukar salam dan bertanya kabar, Mahfud, nama sahabat saya itu, langsung menyampaikan informasi mengejutkan. Dia bercerita soal berita ijazah anak MTs Ruhul Islam, Tebet, Jakarta Selatan yang ditahan pihak sekolah karena orangtuanya memilih Ahok. Kasus ini kata Mahfud sudah viral di media sosial.

"Itu ga benar Wyn. Istri ane ngajar disitu dan tahu persis fakta sesungguhnya," ujar Mahfud. Suaranya terdengar geram.

Lalu saya diberi nomor telepon kepala sekolah dan menghubunginya. Saya kemudian mendapatkan bukti bahwa ijazah ditahan sejak 3 tahun lalu karena murid tersebut belum membayar biaya administrasi sebesar Rp 5 juta. Dan ada murid lain selain dia yang bernasib serupa.

"Tidak ada hubungannya dengan pilkada Pak," tukas Kepala Sekolah MTs Ruhul Islam Siti Rosyida.




Selang beberapa hari kemudian, kehebohan muncul lagi. Ada jenazah bernama Hindun yang tidak disholatkan karena memilih Ahok. Kejadiannya di Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Beritanya menghiasi media cetak hingga media sosial. Bumbu-bumbu penyedap diberikan untuk menyudutkan mereka yang tak mau menyolatkan (pendukung Anies-Sandi) sekaligus mengeruk keuntungan bagi Ahok-Djarot.

Pendukung Ahok di media sosial dengan penuh semangat membuzzer berita ini. Aktivis JIL Mohammad Guntur Romli di akun twitternya mengajak untuk membaca yasin dan tahlilan. Sementara pendiri Tempo Goenawan Mohamad memposting berita ini di akun twitternya.

Tapi apa mau dikata, beberapa saat kemudian Allah tunjukkan fakta sesungguhnya. Jenazah Hindun bukan tidak disholatkan karena mendukung Ahok, tapi karena kondisi cuaca dan waktu yang tidak memungkinkan. Yang lebih mencengangkan, ternyata orang yang memandikan jenazah adalah kader PKS dan ambulansnya dari Gerindra. Keduanya justru partai yang menjadi lawan politik Ahok.

Lebih kurang sebulan yang lalu kita diramaikan dengan pencanangan Masyarakat Anti Hoax oleh pemerintah pusat. Di daerah-daerah, gaung gerakan ini juga begitu terasa. Situs-situs yang dianggap hoax dibanned atau diblokir. Namun, untuk kedua kasus di atas, tak ada suara sama sekali dari mereka yang mendeklarasikan Masyarakat Anti Hoax.

Kecurigaan bahwa program ini memiliki agenda khusus untuk memukul lawan politik pemerintah, khususnya Ahok akhirnya mendapatkan pembenaran. Jika kritis kepada Ahok dianggap hoax, dan jika membela Ahok tanpa fakta dianggap tidak hoax.

Semakin mendekati Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, para pendukung Ahok kian kehilangan rasionalitas dan akal sehatnya. Ironisnya itu dialami oleh mereka yang selama ini dicitrakan sebagai kaum cerdik pandai, pemikir ulung, pejuang kebenaran dan kebebasan pers serta jurnalis kawakan.

Hoax sepertinya telah menjadi hobi baru bagi mereka. Keduanya: Hoax dan pendukung Ahok bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.

Erwyn Kurniawan






Diberdayakan oleh Blogger.