Header Ads

Jokowi: Jangan Menjelekkan Ndeso, Itu Meremehkan Kita Semua







Jokowi meminta agar orang tidak menjelekkan dirinya dengan panggilan "ndeso". Menurutnya, sebutan tersebut sama saja dengan menghina orang desa dan meremehkan kita semua.

"Banyak yang menjelekkan saya, katanya wajah saya wajah ndeso, artinya menjelekkan orang desa khan. Hati-hati itu artinya meremehkan kita semua khan," kata Jokowi.

"Dipikir pak Jokowi ndak dengar. Saya merendah diinjak-injak, dipikir diam tidak bisa apa-apa," kata dia.

Pernyataan itu Jokowi sampaikan pada acara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia pimpinan Osman Odang, di Lapangan Tegalega, Bandung, Jawa Barat, Kamis, 3 Juli 2014, saat kampanye Pilpres, sebagaimana dilansir Antara.

Kini, tiga tahun kemudian, kata "ndeso" justru digunakan anaknya, Kaesang. Kata "ndeso" kemudian populer di media sosial. Putra bungsu Jokowi itu dalam sebuah video di youtube berkata:

"Untuk membangun Indonesia yang lebih baik, kita itu harus kerja sama, ya, kerja sama (sambil memegang jempol tangan kirinya dengan tangan kanan), bukan malah saling menjelek-jelekkan, mengadu domba, mengkafir-kafirkan orang lain. Bukan malah tadi ada kemarin tuh, yang nggak mau mensalatkan padahal sesama muslim karena cuma perbedaan dalam memilih pemimpin. Apaan coba? Dasar ndeso!

Kita itu Indonesia, kita itu hidup dalam perbedaan. Salam kecebong."





Pernyataan Kaesang berbuntut panjang karena dianggap penistaan. Kaesang dilaporkan oleh
Muhammad Hidayat  dengan pasal penodaan agama dan ujaran kebencian SARA. Kata-kata yang menjadi dasar pelaporan adalah 'Mengadu-ngadu domba dan mengkafir-kafirkan, nggak mau mensalatkan padahal sesama muslim karena perbedaan dalam memilih pemimpin, apaan coba, dasar ndeso'.

Polisi sendiri sudah memastikan tidak akan melanjutkan pelaporan terhadap Kaesang karena dianggap mengada-ada.

Wakil Kepala Polri, Komjen Syafruddin menyatakan penanganan laporan kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama terkait pernyataan 'Ndeso' putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, akan dihentikan karena tidak rasional alias mengada-ada.

"Jadi, kami Polri menyidik juga harus rasional. Tidak semua laporan masyarakat harus ditindaklanjuti. Kalau laporan itu rasional, ada unsurnya, kami tindaklanjuti. Kalau tidak, saya tegaskan, tidak perlu. Nanti capek kami. Banyak betul yang perlu kami urus. Urusan pangan lebih penting," tegas polisi jenderal bintang tiga kelahiran Makassar, 56 tahun, tersebut seperti dikutip dari Tribun.







Diberdayakan oleh Blogger.