Header Ads

Anekdot Metromini dan Isu Kebangkitan PKI

DN Aidit saat berorasi dihadapan kader PKI






Suatu sore metromini 640 yang memiliki rute Tanah Abang – Pasar Minggu berlari membelah jalan Sudirman. Di dalamnya sudah penuh penumpang hingga mereka berdesak-desakan. Aroma harum parfum karyawan kantoran hingga keringat mereka yang bekerja sejak pagi tercampur menjadi satu dihirup oleh penumpang yang duduk maupun yang berdiri.

Bunyi berisik mesin metromini mendominasi. Tetapi seketika kalah oleh suara ribut-ribut para penumpang.

“Mmmh… Siapa nih yang kentut?” Sebuah suara memulai kegaduhan. Diikuti yang lain yang ikut mengomel karena mencium bau kentut.

Tak ada yang mengaku tentu saja. Mata kondektur yang berdiri di pintu bis mini itu melirak-lirik mencurigai satu persatu penumpangnya. Lalu si kondektur pun berkata,

“Ini yang kentut pasti belum bayar…” Ia berteriak keras-keras. Terdengar oleh penumpang dari depan hingga belakang.

Tiba-tiba ada yang menyahut. “Enak aja… Saya udah bayar tadi.”

Dan sontak orang-orang di dalam bus melihat ke sumber suara. Jelas sudah siapa yang kentut tadi. Terpancing oleh akal bulus kondektur.

Kepanasan Isu PKI

Isu kebangkitan PKI, atau bergeliatnya aktivitas penganut paham komunis, sebenarnya bukan cerita baru. Sejak sebelum reformasi tahun 1998, sudah dideteksi adanya kegiatan mereka. Bahkan mereka yang paham peta perpolitikan, telah mensinyalir para pegiat komunis ini sudah membuat partai (walau pun tidak mencantumkan komunis sebagai asas partainya) dan menjadi peserta pemilu tahun 1999. Hanya saja mereka gagal menempatkan satu wakil pun di DPR.

Kini isu itu kembali ramai. Apalagi menjelang 30 September, tanggal di mana sejarah mencatat pemberontakan PKI 52 tahun lalu. Orang-orang mengenang kekejian partai yang berhasil merebut posisi ke-empat pada pemilu tahun 1955 silam, yang mendalangi penculikan 7 jenderal.

Makin gaduh ketika Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan niat untuk mengadakan nonton bareng film G30S/PKI. Film yang sempat rutin diputar di TVRI tiap tahun pada tanggal 30 September, sebelum reformasi. Ada yang protes memang, tapi panglima tegas berkata, “Iya itu memang perintah saya, mau apa?”





Siapa yang memprotes? Tengok lah jagat media sosial. Banyak yang mempermasalahkan. Memang film ini terlalu sadis untuk ditonton anak belia, sehingga alasan ini ada yang mengajukannya. Tapi banyak juga yang sekedar mengada-ngada.

Di kalangan elit politik pun ada juga yang menggugat. Detik.com dalam sebuah headlinenya menulis judul berikut: “PDIP Tuding Panglima TNI Berpolitik soal Nobar Film G30S/PKI”. Politikus PDIP yang dimuat dalam berita tersebut adalah Efendi Simbolon.

Selain itu ada juga ketua LSM yang mengomentari panglima TNI sebagai yang terburuk setelah pasca reformasi. Salah satu sebabnya, menurut Hendardi, ketua Setara Institute yang berkata tadi, panglima TNI telah berpolitik karena mengangkat isu PKI. "Selain isu PKI, pemutaran film G30SPKI, perang pernyataan dengan Menteri Pertahanan, pengukuhan diri sebagai Panglima yang bisa menggerakkan dan memerintahkan apapun pada prajuritnya, adalah akrobat politik Panglima TNI yang sedang mencari momentum politik untuk mempertahankan eksistensinya jelang masa pensiun," kata Hendardi.

Masih banyak lagi yang bereaksi keras atas keinginan Gatot Nurmantyo.

Namun Gatot menjawab balik. Ia sengaja mengangkat isu PKI untuk melihat siapa yang terpancing dengan isu tersebut.

"Saya katakan bahwa kami punya pengalaman buruk, tiba-tiba berapa jenderal yang dihabisi, maka sistem itu bekerja di TNI sampai saat ini. Biarkan kami seperti ini, kami memancing di air keruh juga (nanti akan) muncul-muncul, kami jadi tahu dengan berbagai cara," ujarnya dikutip Okezone. Nah lho…

Sebenarnya pancingan model tadi sudah dipaparkan oleh Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu. Di hadapan awak media, ia beri tips untuk mengenali pendukung PKI. Yaitu yang kepanasan ketika isu kebangkitan komunis digulirkan. Yang gigih menyangkal bahwa partai berlambang palu arit itu telah beraktivitas kembali.

"Jadi, kita patut curigai itu yang bilang nggak ada (PKI), mungkin dia yang komunisme," begitu ujarnya.

Mudah-mudahan pembaca bisa menangkap korelasi antara cerita di dalam metromini di atas dengan pancingan Panglima TNI. Kondektur cerdik melempar wacana, tiba-tiba ada yang ceroboh membuka kedoknya, dan ketahuan lah siapa yang kentut di dalam metromini. Begitu juga yang dilakukan pak Gatot Nurmantyo, yang mengungkit kebangkitan PKI. Tiba-tiba, ada yang mencak-mencak. Bila ucapan Menhan benar, kita bisa melihat belangnya para aktivis PKI ini.

Sebenarnya kalau memang PKI tidak akan bangkit lagi, kenapa penyangkalnya begitu gigih berkoar-koar di media sosial? Mereka rugi apa bila isu ini rupanya salah? Toh kalau mereka bukan pegiat partai komunis, aparat tidak akan menindak. Alih-alih bersikap tenang dan cuek, mereka malah sangat berisik menyangkal isu ini. Aneh kan?

Zico Alviandri






Diberdayakan oleh Blogger.