Header Ads

Diam Melihat Pembantaian Muslim Rohingya, Deddy Mizwar Dorong Pencabutan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi







Diamnya Aung San Suu Kyi terhadap pembantaian muslim Rohingya di Myanmar membuat Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar geram. Dia  mendorong agar Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dicabut.

"Kita dorong supaya Nobel Perdamaian untuk Aung San Suu Kyi bisa dicabut. Karena dia membiarkan pembataian di negaranya sendiri. Ini bertentangan dengan Nobel yang dia dapat. Ini penghinaan terhadap kemanusiaan," kata Deddy, di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (4/9/2017) seperti dilansir Detik.

Membisunya Aung San Suu Kyi bukan kali ini saja. Pada 2016, saat pembantaian serupa terjadi, dia juga diam. Sejumlah peraih Nobel Perdamaian mengkritiknya melalui surat terbuka hingga mereka frustasi karena terus membisunya Suu Kyi.





"Meski telah diajukan permohonan berulang-ulang kali kepada Daw Aung San Suu Kyi, kami frustasi melihat dia belum mengambil inisiatif apa pun untuk memastikan hak-hak kewarganegaraan penuh dan setara bagi etnis Rohingya. Daw Suu Kyi adalah seorang pemimpin dan bersamaan dengan itu, ia harus memimpin dengan keberanian, kemanusiaan, dan kasih sayang."

Surat terbuka itu dibuat oleh 23 aktivis dan peraih Nobel. Mereka antara lain eks Uskup Agung Afrika Selatan, Desmond Tutu, Malala Yousafzai, eks presiden Timor Timur, Jose Ramos-Horta, aktivisi oposisi Yaman, Tawakul Karman, eks PM Italia Romano Prodi, pengusaha Bangladesh Mohammed Yunus dan pebisnis kawakan Inggris, Sir Richard Branson.

Surat terbuka tersebut dibuat pada akhir 2016,  ditujukan kepada Dewan Keamanan PBB dan kritikan disampaikan kepada Aung San Suu Kyi karena dianggap sebagai pemimpin de facto Myanmar. Surat ini merespon aksi keji junta Myanmar terhadap muslim Rohingya pada tahun itu.






Diberdayakan oleh Blogger.