Header Ads

Dialog Poligami yang Mencerahkan

Ustadz Arifin Ilham yang mempraktekkan poligami dengan beristri 3 orang






Samidi : Aduh tadz, sudah lihat foto Ustadz Arifin Ilham bareng sama istri - istrinya dimedsos belum?

Mukidi : Sudah lihat donk. Emangnya kenapa? Masalah buat lu?

Samidi : Bukan begitu tadz. Banyak yang nyinyir dari aktivis kamar sebelah tuch. Ada yang menghina ustadznya, ada yang mencibir syari'atnya, ada yang mempermasalahkan niatnya dll. Dan ane lihat, sebagian aktivis dakwah, khususnya yang akhwat, latah ikut arus mereka tadz. Gimana ini?

Mukidi : Masalah ini sebenarnya kita bisa urai dalam banyak sudut pandang. Pertama, masalah framing dimedia. Kalau kita perhatikan, judul awalnya saja sudah sangat provokatif. Yakni ustadznya pamer 3 istri. Kira - kira begitu. Betul kan?

Samidi : Iya betul tadz.

Mukidi : Dari situlah, semua ikut terpengaruh. Aktivis kamar sebelah yang memang nyata - nyata benci islam sudah tentu senang. Karena mereka seperti dapat peluru tajam untuk menyerang. Imbasnya juga mengarah ke sebagian kader dakwah, khususnya kalangan akhwat dan ummahat. Coba kalau dari awal framingnya "Kerukunan dan keharmonisan keluarga ustadz X". Pasti suasananya adem ayem saja. Jadi, masalah framing media ini penting untuk kita pahami.

Samidi : Terus, bagaimana dengan tuduhan mereka bahwa ustadz berpoligami karena nafsu, bukan ibadah?

Mukidi : Masalah niat itu urusan hati. Memang, mereka jago banget menghakimi kita dalam urusan niat. Seolah mereka bisa melihat isi hati kita. Padahal kalau ada hal buruk terjadi pada mereka, seringkali kita disuruh untuk berhusnudzan pada mereka. Kalau ukurannya cantik, istrinya rasulullah itu banyak juga yang cantik. Ada 'Aisyah, ada Mariah al Qibthiyah. Dan yang paling cantik tentu saja adalah Juwairiyah. Ndak ada masalah tuh.

Samidi : Bukannya kalau ikhlas mau berpoligami, semestinya milih yang lebih tua tadz?

Mukidi : Kata siapa? Kalau milih istri yang cantik lalu dianggap karena nafsu semata, maka hal itu tidak hanya terjadi pada kasus poligami. Sama istri pertama juga begitu. Antum pas nikah sama istri, milih yang cantik apa yang tua?

Samidi : Ane milih istri yang cantik juga tadz. He..9x.

Mukidi : Nah, itu dia. Istri pertama pun milih yang cantik. Mengapa tidak masuk kriteria menikah karena nafsu? Rata - rata jaman sekarang, cowok maunya berteman dan belajar bersama sama cewek yang cantik. Mestinya masuk juga kriteria berteman karena nafsu. Kalau ikhlas berteman, mestinya milih sama cewek yang jelek dan tua. Betul tidak?

Samidi : He..9x. Ustadz bisa saja memutar kata dan logika.

Mukidi : Artinya, kita mesti fair dan adil juga dalam menilai. Nah, itu poin pertama. Poin kedua, rata - rata istri ustadz kan bercadar. Jadi, jangan bayangkan mereka seperti anak muda jaman sekarang. Ngincar ini dan itu, lalu menikahi. Nih tak beri tahu. Jangankan level ustadz, untuk levelku yang maqamnya jauh dibawah mereka saja, situasinya ndak seperti anak remaja masa kini. Pertama kali lihat wajah calon istriku ya pas berta'aruf itu. Sebelumnya sama sekali belum lihat wajahnya dan tidak kenal orangnya. Problem penilaian jadi absurd, karena aktivis kamar sebelah menilai berdasarkan kebiasaan dan tradisinya mereka, yang memang amburadul dalam urusan pergaulan dengan lawan jenis. Ya rumit akhirnya.

Samidi : Trus bagaimana ustadz mensikapi photo itu?





Mukidi : Kalau secara pribadi, kami berhusnudzan bahwa ustadz yang bersangkutan ingin memberikan gambaran success story dalam hal poligami. Bahwa berpoligami itu bisa tetap terjaga keharmonisannya. Karena untuk syari'at poligami, itu kan masih dipandang negatif oleh sebagian besar masyarakat kita. Jadi, beliau ingin menjelaskan bahwa poligami yang dilandasi dengan niat yang baik, cara yang baik, akan memberikan hasil yang baik pula. Kira - kira begitu.

Samidi : Bagaimana dengan syarat untuk bersikap adil tadz?

Mukidi : Syarat adil yang paling mutlak itu dalam urusan materi, jatah kebersamaan dll. Kalau masalah hati, pasti ada kecenderungan hati ke salah seorang diantara istrinya. Jangankan kita, rasulullah saja begitu. Memang antum leboh hebat dari rasulullah?

Samidi : Kalau untuk orang awam seperti kita, bagaimana mensikapinya tadz?

Mukidi : Ya urusannya dibuat mudah saja. Kalau memang mau dan mampu, silahkan berpoligami. Syaratnya, harus minta kerelaan sama istri pertama. Juga kepada orang tuanya istri. Ingat, dulu Sayyidina Ali bin Abu Thalib minta ijin berpoligami tapi dilarang oleh rasulullah, selaku orang tuanya Fathimah az Zahra. Kalau semua prosedurnya dijalankan, pasti ndak ada masalah. Tapi masalahnya, ada banyak kasus perselingkuhan, tiba - tiba dibungkus dengan kemasan poligami. Nah, itu yang salah.

Samidi : Kalau ustadz sendiri bagaimana? Ada niat berpoligami tidak?

Mukidi : Nih, pas malam pertama, aku sudah berjanji kepada istriku untuk tidak berpoligami. Poligami itu pilihan, bisa diambil oleh mereka yang mampu, bisa pula tidak diambil padahal mereka mampu. Kalau aku, sudah menentukan jalanku sejak pertama kali masuk ke kamar penganten.

Samidi : Oh, Aisiii, Aisiii. Jazakumullah tadz. Kapan - kapan boleh donk ngobrol lagi.

Mukidi : Boleh saja. Tapi jangan lupa, kalau kesini bawa gorengan donk. Ilmu itu mahal tahu?

Samidi : Oh siap tadz. He..9x.

Eko Jun
Cilacap



Diberdayakan oleh Blogger.