Header Ads

Setnov dan Arah Belok Bajaj



Ada sebuah anekdot soal bajaj. Katanya, ke arah mana kendaraan roda tiga itu hendak belok, jawabannya hanya Tuhan dan sopirnya yang tahu. Kira-kira begitulah kisah kecelakaan Setya Novanto (Setnov) yang melambungkan tiang listrik menjadi isu nasional.





Dalam dua tahun terakhir, nama Setnov begitu membetot perhatian publik, menyaingi Jokowi dan Ahok. Januari 2016 dia terjungkal dari kursi Ketua DPR karena kasus papa minta saham. Namun, hanya berselang 4 bulan kemudian, Setnov melakukan comeback politik yang luar biasa dengan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar (17/5) di Bali. Menariknya, ia mengalahkan Ade Komarudin, Ketua DPR saat itu yang menggantikan dirinya.

Tak berhenti disitu. Enam bulan berselang, kursi ketua DPR kembali didudukinya. Dan lagi-lagi Ade Komaruddin menjadi korbannya.

Cerita gaduh Setnov terus berlanjut. KPK menetapkannya sebagai tersangka korupsi E-KTP. Tapi dia berhasil lolos. Bahkan menang dalam pra peradilan setelah didahului dengan drama sakit.

Tapi KPK tidak menyerah. Setnov kembali menjadi tersangka E-KTP. Perlawanan pun diberikan oleh Setnov. Sempat menghilang satu hari saat KPK mendatangi rumahnya, tiba-tiba tersiar kabar Setnov kecelakaan. Mobil Fortuner yang ditumpanginya rusak bagian depan karena menabrak tiang listrik. Setnov sendiri dikabarkan menderita luka sebesar bakpao di kepala dan kini dirawat di RSCM.

Entah berapa puluh meme tersebar terkait kecelakaan tersebut. Tiang listrik menjadi trending topik.Film Warkop DKI pun ikut terseret. Jokower dan yang anti terlihat "bersatu". Berbagai tafsir liar akhirnya ikut bermunculan.

Ada yang menduga ini upaya menghancurkan Partai Golkar jelang Pilkada 2018 serentak dan pemilu 2019. Ada yang menganalisis bahwa Setnov betul-betuo sakit dan mendoakannya lekas sembuh. Ada  pula yang membacanya sebagai pengalihan isu, dan sebagainya.

Mana yang benar?





Politik bukan soal apa yang tersaji di depan panggung. Politik adalah tentang sesuatu yang terdapat di belakang panggung seperti yang dilontarkan Erving Goffman, dalam bukunya The Presentation of Self in Everyday Life (1959).

Tulis Erving, dalam kehidupan manusia, adakalanya ia berada di panggung depan (front stage) begitu juga suatu saat berada di panggung belakang (back stage). Manusia diibaratkan tengah melakukan sandiwara kehidupan. Panggung depan (front stage) merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan individu memainkan peran di atas panggung sandiwara, di hadapan penonton. Sementara panggung belakang (back stage) merujuk pada realitas sebenarnya, tanpa manipulasi, minus sandiwara. Politik transaksional sudah pasti tak akan tersaji di panggung depan. Transaksi justru terjadi di panggung belakang.

Drama kecelakaan Setnov dan upaya tak kenal lelah KPK mengejarnya adalah apa yang kita lihat di atas panggung. Tafsir kita atas peristiwa itu pun hanya bisa menduga-duga karena keterbataaan yang kita miliki.

Kita tak pernah tahu ada apa sebenarnya di belakang panggung sana. Apakah ada transaksi politik tertentu? Apakah ada deal politik di antara mereka? Apakah ada tawar-menawar satu sama lain?

Cuma Setnov dan Tuhan yang mengetahuinya. Persis seperti bajaj, hanya Tuhan dan sopirnya saja yang tahu ke arah mana kendaraan roda tiga itu hendak belok.


Erwyn Kurniawan
Pemimpin Redaksi Wajada




Diberdayakan oleh Blogger.