Header Ads

Terbongkarnya Lima Kejanggalan Impor 500 Ribu Ton Beras


Rencana pemerintah mengimpor 500 ribu ton beras dari Thailand dan Vietnam menimbulkan kontroversi. Banyak pihak menolak karena  terbongkarnya lima kejanggalan dibalik agenda tersebut.

Pertama, tidak sinkronnya data dengan fakta di lapangan. Kementerian Pertanian mencatat ada surplus beras 329 ribu ton pada Januari 2018. Data BPS menunjukkan dalam kurun 2017, produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsinya mencapai 2,5 juta ton. Itu berarti ada kelebihan beras 300 ribuan ton.

Di sisi lain, ternyata ada kelangkaan beras yang berdampak pada mahalnya harga beras. Hal ini membuat pemerintah pun lewat Kementerian Perdagangan akan melakukan impor beras.

Pedagang beras di Pasar Soreang mengeluhkan harga beras yang mengalami kenaikan Rp 1.000 hingga Rp 1.500, Ahad (14/1). Kenaikan ini dipicu gagal panen di sejumlah daerah.

Kedua, Kementerian Perdagangan mengatakan akan mengimpor beras premium, bukan beras medium. Masalahnya, kelangkaan yang terjadi di pasar justru pada beras medium yang dikonsumsi hampir 98 persen masyarakat. Sedangkan beras premium hanya dikonsumsi dua persen penduduk. Tapi mengapa yang diimpor justru beras premium?

Ketiga, impor tidak dilakukan lembaga yang berwenang. Seharusnya, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) yang mengimpor. Namun ternyata, Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang melakukannya.

Hal ini berdasarkan tujuan dari impor beras tersebut yakni untuk menstabilkan harga beras yang berarti menyangkut kepentingan umum. Dalam ranah ini, yang berhak melakukan adalah Bulog, bukan PPI.

Keempat, izin impor dikeluarkan justru ketika petani akan menghadapi musim panen. Jika impor dilakukan akan memiskinkan petani.

Soal akan panen ini dibenarkan oleh Ketua Gabungan Kelompok Tani Sri Jaya Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sartam.

Menurutnya, di wilayah Banyumas, banyak areal sawah yang mulai memasuki masa panen pada Januari ini. Bahkan musim ini akan berlangsung sampai dengan akhir Maret nanti.

Kelima, kebijakan impor beras
melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam pasal 39, impor pangan tidak boleh berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, dan kesejahteraan petani.

Kebijakan impor beras secara jelas hanya akan mendemoralisasi dan memiskinkan petani seperti diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menilai, impor beras yang dilakukan berpotensi

Kelima kejanggalan tersebut diungkapkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI) Fadli Zon, seperti dikutip Republika.
Diberdayakan oleh Blogger.