Header Ads

Jika Jokowi Boleh Disamakan dengan Umar bin Khaththab, Mengapa Sandiaga Tidak Boleh Disebut Ulama?




Usai Ijtimak Ulama II, kubu sebelah sepertinya semakin panik. Wajar, karena ini pukulan telak yang langsung menimpa ulu hati. Membuat terhuyung-huyung.

Bayangkan, ratusan ulama yang wajahnya penuh keteduhan, bening dan tawadhu, justru tidak mendukung kubu sebelah yang menjadikan seorang ulama plus ketua umum MUI sebagai cawapres.

Salahnya Dimana? Begitu tanya Rakyat Merdeka dalam headlinenya, kemarin.

Ketika Hidayat Nurwahid menyebut Sandi layak disebut ulama, ada nada tak setuju seperti tercermin dalam pemberitaan beberapa media mainstream. CNN Indonesia misalnya memberi judul tentang Sandi bergelar ulama tanpa kyai haji.

Kata Wakil Ketua MPR itu, jika merujuk pada Alquran Surat Al Fathir, definisi ulama adalah seorang yang paham akan ilmu pengetahuan (science). Ulama, kata dia, tidak terkait dengan seorang yang ahli dalam keilmuan Islam.

"Tentang ulama itu hanya ada dua penyebutan, satu dalam surat Al Fathir dan satu dalam surat As Syuro. Kedua-duanya justru ulama itu tidak terkait dengan keahlian ilmu agama Islam. Satu tentang ilmu sejarah yaitu dalam surat As Syu'ara, dan surat Al Fathir itu justru science, scientist," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/9).

Jadi, menurut Hidayat, Sandi adalah seorang ulama.

"Pak Sandi itu ya ulama, dari kacamata tadi," lanjut Hidayat.

Anehnya, ketika Jokowi disamakan dengan salah satu sahabat terbaik yakni Umar bin Khaththab, diam. Tidak protes.

"Leadership style Jokowi ke mana saja salaman enggak ada protokoler, beliau kayak Umar bin Khattab dan datang ke sana-ke mari, gitu, ya,” kata Rokhmin di kantor PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Ahad, 8 April 2018.

Tak hanya seperti Umar. Ketika kita memilih Jokowi pun, mereka menggaransi kita masuk surga.

Padahal, menyebut Sandi sebagai ulama berdasarkan rujukan yang jelas yakni Al Quran dan yang berbicara pum memiliki otoritas keilmuan.

Begitulah jika kita sudah tidak adil sejak dalam pikiran, seperti petuah populer yang diucapkan Pramoedya Ananta Toer.

Erwyn Kurniawan
Diberdayakan oleh Blogger.