Header Ads

Pidato Obama yang Menohok Ahoker







Kedatangan Barack Obama ke Indonesia membawa kado pahit bagi Ahoker. Presiden ke-44 AS itu menyampaikan pidato yang menohok mereka. Isinya soal toleransi dan Islam yang selama ini menjadi jualan Ahoker.

Dalam pidatonya, Obama memuji toleransi yang dipunyai bangsa Indonesia.

"Semangatnya toleransi. Ini diabadikan di konstitusi, saling menghargai dalam harmoni," kata Obama yang berayah tirikan orang Indonesia itu.

Obama kemudian mencontohkan bangunan Candi Borobudur dan Prambanan. Borobudur merupakan candi umat Budha, sementara Prambanan adalah candi umat Hindu. Kedua bangunan itu dilestarikan dan dirawat di tengah masyarakat dengan mayoritas penduduk beragama Islam.


Kenyataannya menunjukan, Obama melanjutkan, masyarakat Indonesia mempunyai semangat toleransi yang tinggi. Dia pun meminta kaum muda untuk terus menjaga semangat tersebut. "Kaum muda harus melawan intoleransi," kata Obama.

Dalam kesempatan itu, Obama juga melafalkan semboyan negara. "Bhinneka Tunggal Ika. Bersatu dalam keragaman (unity in diversity)," kata Obama.

Obama menyampaikan itu dalam Kongres Diaspora Indonesia dilakukan 1-4 Juli 2017 di Hall Mall Kasablanka. Ketua Dewan Pengawas Indonesia Diaspora Network Global, Dino Patti Djalal menyebut acara ini dihadiri 9 ribu partisipan dari 55 negara.

Dino mengungkapkan pujian Obama terhadap kebhinekaan, toleransi dan multikultularisme yang membuat Indonesia dipandang di dunia.

"Beliau (Obama-red) juga memuji bahwa kebhinekaan, toleransi dan multikulturalisme adalah hal yang membuat Indonesia dipandang dunia. Jadi jangan sampai kita kehilangan hal-hal itu," ujar Dino.

Pengakuan jujur dan pujian tulus Obama bagaikan oase di gurun nan gersang, di tengah propaganda anti kebhinakaan, intoleransi dan anti NKRI yang terstruktur, massif serta sistematis yang menyerang umat Islam. Ketiga isu tersebut secara bergelombang diangkat ke permukaan seiring dengan kasus penistaan agama oleh Ahok.

Umat Islam yang menuntut keadilan diposisikan sebagai intoleran, antikeragaman dan anti NKRI. Stigmatisasi ini terus dilakukan dan disematkan juga dalam proses  Pilkada DKI Jakarta.





Peneliti Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan, untuk sesaat pasangan calon nomor tiga Anies - Sandiaga diuntungkan isu intoleran yang berkembang di Pilkada DKI 2017 putaran kedua. Bahkan, menurutnya, kondisi yang meresahkan tersebut cenderung dibiarkan.

"Kalau keuntungan sesaat Anies - Sandiaga. Mereka diam. Namun, saya katakan dua-duanya (pasangan calon) tidak mendapat keuntungan, meskipun pasangan nomor tiga cenderung membiarkan, karena mendapatkan limpahan. Meskipun retorikanya berbau prokebangsaan," ucap Bonar di Jakarta, Jumat (23/3/2017).

Ada juga Direktur Populi Center, Usep S Ahyar. Dia mencontohkan, politik identitas semisal Anies dan Sandi yang merangkul Front Pembela Islam (FPI) sebagai bukti pasangan tersebut merangkul kelompok intoleran.

"Misalnya, mereka merangkul FPI. Walaupun dalam konteks pemikiran, saya (Anies-Sandi) tidak anti dengan mulitikultur, tapi jika menguntungkan, itu diambil," ujar Usep di kantor Setara Institute, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (23/3/2017)

Ketika Anies-Sandi menang, labeling intoleran juga terus dilakukan. Jeremy Menchik, asisten profesor di Pardee School, Boston University, Amerika Serikat, melempar cuitan di Twitter  bahwa kemenangan Anies-Sandiaga adalah kemenangan intoleransi.

Penulis buku Islam and Democracy in Indonesia: Tolerance without Liberalism itu menyatakan bahwa kemenangan Anis-Sandi adalah "kemenangan bagi Islamis, otokrat (Prabowo) dam strategi elektoral dari intoleransi strategis."

Jeremy Menchik bahkan mengecam "kampanye menjijikkan" yang dilakukan Anies-Sandi. "(Mereka) bicara tentang Perang Badar, tudingan penistaan agama, mobilisasi FPI," tulisnya.

Usai Ahok kalah dan kemudian dipenjara, Ahoker melakukan cara-cara tak elok. Mereka menyanyikan lagu nasionalisme, mengirim karangan bunga, balon merah putih hingga unjuk rasa lilin. Semua itu dihelat dengan memposisikan Ahok dan pendukungnya berada di barisan cinta NKRI, toleran dan kebhinekaan. Sebaliknya, posisi umat Islam berada di seberang, vis a vis dengan Ahoker.

Saat Hari Lahir Pancasila 1 Juni lalu, kampanye "sesat" itu makin terasa dan menjadi-jadi. Muncul jargon "Saya Indonesia, Saya Pancasila" yang sejatinya ingin memperkuat propagandan soal umat Islam yang intoleran dan anti NKRI. Atau sederhananya: Anti Pancasila.

Hingga kemudian datanglah Obama yang membawa kesejukan dalam pidatonya. Eksplisit, isi pidato "Anak Menteng" itu mematahkan propaganda busuk soal umat Islam yang intoleran dan anti kebhinekaan. Sebuah kado pahit yang menohok Ahoker hanya berselang beberapa hari usai pujaannya merayakan ulang tahunnya ke-51 di penjara.


Erwyn Kurniawan
Pemimpin Redaksi Wajada








Diberdayakan oleh Blogger.