Header Ads

Bahkan Jika Ahok Muslim dan Tak Menista Agama, Saya Tetap Tak akan Memilihnya








Mohon izin saya menulis surat terbuka ini kepada kaum Muslim yang masih bingung dan ragu dalam menentukan pilihan pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Juga kepada umat Islam yang tak bergeming menjadi pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Begini isinya.

Ada gejala mengkhawatirkan saat Pilgub semakin mendekat. Indikasi menaikkan elektabilitas Ahok-Djarot semakin terlihat jelas. Beragam media arus utama yang selama ini menjadi corong Ahok kian menggila mempengaruhi opini publik. Bahwa Ahok bersih, pekerja keras, pelayan masyarakat dan berkinerja moncer. Sampai ada berita dengan judul kurang lebih: Beginilah Kondisi Tanah Abang Andaikata Ahok Tak jadi Gubernur.

Terakhir, beberapa lembaga survey seolah juga berlomba-lomba memberikan hasil penelitiannya dengan menjadikan Ahok-Djarot berada di posisi teratas. Bahkan sebuah lembaga survey terkenal memberitakan bahwa pasangan No. 2 tersebut meraih 40% suara dan  akan menang dalam satu putaran. Sebuah rebound politik yang sangat tidak masuk akal, di tengah gerusan kasus penistaan agama plus anjloknya elektabilitas 2 bulan terakhir.

Upaya-upaya itu akan terus berlangsung hingga detik-detik menjelang pencoblosan. Intinya mengampanyekan bahwa memilih pemimpin itu tidak harus dilihat dari status agamanya, melainkan kapabilitas, kejujuran dan kinerja. Jadi, meski Ahok non muslim dan sebagai terdakwa penista agama, dia masih layak dipilih karena prestasinya. Jargon pemimpin kafir jujur lebih baik daripada pemimpin muslim korupsi akan kembali disuarakan. Apalagi adanya kasus Patrialis Akbar yang tertangkap tangan KPK.


Gerakan ini membuat banyak umat Islam yang akhirnya gamang karena terpengaruh. Dan di sisi lain ada juga kaum muslim yang kian yakin memilih Ahok walaupun status non muslim dan terdakwa penista melekat pada Ahok. Bahkan mereka ini tak bisa diubah cara pandangnya soal Ahok meski Aksi Bela Islam 411 dan 212 berlangsung kolosal dan menggetarkan.


Nah, jika ada di antara kita termasuk dalam kelompok yang saya maksud, saya ajan mengajak berpikir rasional. Bagi saya, soal Ahok yang kafir tak perlu dibahas berlarut-larut. Cukup sampai di sini, tak perlu dilanjutkan hingga menjelang detik-detik Pilgub DKI Jakarta 2017.




Bukan karena saya tak setuju dengan alasan banyak pihak yang mengampanyekan tidak boleh memilih pemimpin kafir. Sebagai seorang muslim, tentu saja saya sepakat. Selama ada orang muslim yang lebih baik,
maka kita harus memilihnya sebagai pemimpin. Semuanya jelas dan tak perlu diperdebatkan lagi.

Dan bagi saya, stok pemimpin muslim yang dapat menjadi gubernur DKI Jakarta itu banyak sekali, bahkan bisa jadi kemampuannya jauh melebihi Ahok meski media arus utama semacam detik, kompas, metro tv berusaha menihilkannya. Jadi sampai di sini cukup jelas bahwa saya tak akan memperpanjang soal agama yang Ahok anut.

Alasan saya sederhana. Jika isu agama ini terus saja memadati ruang publik, maka akan banyak hal lain yang tenggelam. Mulai dari kinerja, kesantunan dan gaya kepemimpinan Ahok. Padahal, ketiga hal ini tak kalah pentingnya.

Tentang kinerja Ahok. Apa yang bisa Ahok berikan kepada warga Jakarta? Jalanan makin macet, banjir tetap terjadi meski media pendukung Ahok mencoba melakukan eufimisme dengan istilah”genangan”. Angka kriminalitas tetap tinggi, kesenjangan juga tak berubah. Mimpi Jakarta Baru yang Ahok usung bersama Jokowi saat Pilgub 2012 menguap entah kemana.

Mungkin Anda akan balik bertanya kepada saya. “Show it, don’t tell it.” Tapi saya bisa menjawabnya pula dengan mudah. Jangan mencari fakta kegagalan Ahok di media arus utama yang jelas-jelas menjadi “die hard” Ahok. Alih-alih menemukan ketidakberhasilan Ahok, kita justru akan disuguhi soal kehebatan Ahok yang bahkan bisa berujung pada mitosisasi.

Tentang kesantunan Ahok. Ah, sudah banyak pihak yang mengulasnya. Saya sendiri pernah menulis artikel berjudul:






Ahok dan Verbal Aggression: Tahapan Masa Kecil yang Tak Tuntas? Tak perlu saya membahasnya lagi. Pendek kata, mulut Ahok tak pantas mengeluarkan kata-kata makian nan kotor dan menyeramkan, bahkan walau Ahok bukan pemimpin sekalipun.

Tentang gaya kepemimpinan Ahok. Jujur, sangat menyedihkan melihatnya. Seorang kawan mengirimkan gambar judul-judul berita media online. Sedihnya, semuanya berisikan komentar Ahok yang dengan mudahnya menyalahkan pihak lain saat ada masalah di Jakarta. Yang paling lucu saat Ahok menyalahkan sisa kulit kabel yang menjadi penyebab banjir di Istana Negara. Sabotase, teriak Ahok.

Jadi, terlalu banyak soal diluar agama yang membuat saya tak memilih Ahok sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta. Belum lagi soal dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras yang terang-benderang melibatkan Ahok sebagai aktornya. Juga reklamasi pantai.

Karena itu saya tak mau terjebak pada propaganda:

“Saya muslim, karena itu saya tak mau memilih Ahok.”

“Saya muslim dan saya mendukung Ahok.”

“Nama saya Al Ghazali, dan saya tidak mungkin memilih Ahok.”

Saya mohon izin kepada Anda di akhir surat ini untuk berkata:

“Saudara-saudaraku, Bahkan, jika Ahok muslim dan tak menista agama pun, saya tak akan memilihnya." [Erwyn Kurniawan/Wajada.net]



Diberdayakan oleh Blogger.