Header Ads

Hujatan Ahok kepada KH Ma'ruf Amin: Cermin Tak Tuntasnya Pendidikan Masa Kecil







Bisa jadi tak ada yang menduga jika Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok membombardir Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH.Ma'ruf Amin dalam sidang lanjutan penistaan agama. Ahok memang kasar dan tak santun, tapi membayangkan dia dengan beraninya menghujat dan melecehkan Sang Rois Aam PBNU itu masih teramat sulit kita cerna. Selain pimpinan lembaga ulama terhormat di Tanah Air, KH. Ma'ruf Amin juga panutan kaum nahdhiyin. Tak heran jika reaksi keras datang dari NU.

Bagaimana kita menganalisis soal serangan Ahok kepada Sang Kyai? Salah satu jawaban bisa kita dapatkan dengan cara membaca Ahok dalam pendekatan parenting atau pendidikan anak.


Tahun 2011 saya mengikuti sebuah Konferensi Pendidikan Anak Usia Dini di Jakarta dengan tema Membangun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak. Pembicaranya dua pakar dan praktisi pendidikan anak dari Florida, AS: Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard, Ph.D. Menurut keduanya, ada empat tahapan penyelesaian konflik yaitu: Pasif (Passive), Serangan Fisik (Physical Aggression), Serangan Bahasa (Verbal Aggression), dan Bahasa (Language).

Tahapan pertama Pasif (Passive). Pada tahap ini, anak hampir tidak melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan lingkungan. Tahapan ini dialami oleh para bayi yang belum bisa bicara dan berbuat banyak, terlebih menyelesaikan masalahnya.

Tahap kedua adalah Serangan fisik (Physical Aggression). Anak-anak usia praTK (sekitar 2-3 tahun) seringkali menyelesaikan masalah dengan melakukan serangan fisik berupa: tantrum (marah), berteriak, menggigit, menendang, memukul, atau melempar benda. Ia belum mempunyai perbendaharaan kata- kata untuk mengatasi persoalannya. Saat menginginkan mainan, seorang anak akan langsung merampas atau ketika marah pada temannya ia akan langsung memukul.

Tahap ketiga yaitu Serangan Kata-kata (Verbal Aggression). Ketika anak menginjak TK sekitar 4-6 tahun maka serangan fisik akan berkurang namun mereka mulai memahami kekuatan kata-kata. Mereka akan bergerak ke tahap ‘serangan kata-kata’. Anak perempuan usia 4 tahun kadang berkata: “Bajumu jelek!” atau “Kamu tidak boleh datang ke pesta ulang tahunku!”

Tahap keempat yaitu Bahasa (Language). Tahap ini, seorang anak sudah dapat menyelesaikan masalah dengan bahasa: kalimat yang positif, tidak kasar dan tidak menghakimi. Penggunaaan bahasa seperti ini merupakan cermin dari kematangan dan pengendalian emosi yang baik. Anak-anak yang akan masuk sekolah dasar sebaiknya sudah sampai pada tahapan bahasa untuk mengatasi persoalannya.

Contoh: ketika seorang anak sedang membuat bangunan dengan balok, seorang teman menyenggol bangunannya. Anak itu berkata, “Aku tidak suka, kamu merobohkan rumahku.” Kemudian temannya itu menjawab, “Maaf aku tidak sengaja!” Masalah selesai dan kedua anak itu melanjutkan pekerjaannya.

Paparan dua pakar di atas sangat tepat menganalisis soal Ahok yang kerap berkata kasar bahkan menista agama dan melecehkan ulama. Sejak menjadi wakil gubernur lalu  pelaksana tugas gubernur, dan gubernur DKI Jakarta, Ahok selalu memproduksi ucapan-ucapan kasar yang bernada menyerang (verbal aggression).  Beberapa yang masih saya ingat di antaranya:

1. “Bakar setengah Jakarta”
Ahok menyatakan penyelesaian masalah di Ibu Kota harus bertahap dan butuh waktu. Hanya cara ekstrem dan berisiko bisa mengubah Jakarta dengan cepat. “Kamu mau cepat benerin Jakarta. Bakar setengahnya Jakarta!” kata Ahok di Balai Kota, Rabu 5 Juni 2013.

2. “Yang jual beli lahan pemerintah bajingan”

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sempat dibuat pusing oleh sikap warga bantaran Waduk Pluit yang menolak direlokasi. Ahok menuding ada banyak kepentingan yang menunggangi warga sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, sehinga sulit direlokasi.

“Kalau jujur dan baik kami kasih modal dan Anda bisa berubah nasib, asal mau berusaha. Tapi kalau hidup Anda mau jual beli lahan milik pemerintah maka Anda bajingan. Pelanggaran itu jelas bagi saya,” ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta, Senin 13 Mei 2013.






3. “DPRD mau makzulkan Jokowi? Belagu banget”

Tak hanya itu, pada kesempatan lain Ahok kembali menunjukkan arogansinya saat DPRD DKI Jakarta berniat memakzulkan Joko Widodo dari kursi Gubernur. Rencana pemakzulan tersebut menyusul ancaman mundurnya 16 rumah sakit dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS).

“Kalau mau tanya, ya panggil kami saja. Hak tanya saja dibilang pemakzulan. Belagu banget,” kata Ahok, Jumat 24 Mei 2013.


4. “Ada bajingan oknum PNS di DKI.”


Ahok sempat mengucapkan kata bajingan ketika dituding menggunakan dana CSR untuk mengelola Ahok center. Ahok membantah tegas dan yakin isu itu sengaja dihembuskan untuk menyerang dirinya.


“Ini kedua kalinya ada bajingan-bajingan oknum PNS di DKI yang tidak suka dengan saya,” kata Ahok beberapa waktu lalu.


5. “…Orang Bego gitu kamu…”

Ahok mengeluarkan kata bego saat mengomentari fenomena politisi yang jelang pemilu rajin bertandang ke paranormal. Anehnya, menurut Ahok, banyak politisi yang percaya kalau dukun bisa mendulang suara pemilih.


“Kalau gitu kesempatan dong. Kita bisa pura-pura jadi dukun kalau banyak orang bego gitu kamu bisa dapat duit banyak. Dung dung pret. Itu film Benyamin dukun palsu,” ujar Ahok sembari tertawa di Balai Kota Jakarta, Selasa 17 September lalu.

6. “Brengsek sekali…”


Ahok mengatakan brengsek kepada orang yang memfitnah dirinya. Bahkan saking kesalnya, Ahok berpesan kepada wartawan agar mencatat nama dan pangkat PNS yang mengaku belum dibayar gajinya.


“Minta tolong kalau wawancara sama PNS, catat nama dan pangkatnya siapa, kalau rekamannya jelas, saya kasih sanksi. Brengsek sekali main fitnah, gitu loh,” kata Ahok di Balai Kota, Rabu, 17 Juli lalu.

7. Bila perlu bunuh di tempat.”


Dalam pernyataannya di acara Pelaksanaan Revitalisasi Kring Serse Jajaran Polda Metro Jaya, di Ecopark Ancol, Jakarta Utara, Selasa (14/10), Ahok meminta petugas tidak segan untuk menembak mati pelaku anarkis yang mengancam nyawa banyak orang.


“Ini tugas pemerintah kalau ada kelompok bertindak anarkis dan justru mengancam nyawa banyak orang, saya minta petugas untuk tindak tegas, bila perlu bunuh di tempat sekalipun ada kamera TV menyorot,” kata Ahok.

8. Jangan Mau Dibohongi Pakai Al Maidah 51
    Ucapan Ahok yang disampaikan di Kepulauan Seribu ini seperti menjadi puncak dari verbal aggression yang dilakukannya. Ia tak lagi menyerang orang tapi Kitab Suci umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia.


Kerapnya Ahok berkata kasar tersebut membuat saya bertanya-tanya, apakah ia tak tuntas menjalani tahapan saat masih kecil sesuai dengan teori yang dipaparkan di atas? Verbal aggression dilakukan oleh anak dalam rentang usia 4-6 tahun. Tahapan ini akan berhasil dilalui oleh seorang anak saat lingkungan di sekitarnya memberikan pijakan terhadap kata-kata serangan yang diucapkannya. Pijakan itu berupa penjelasan tentang tak baiknya kata tersebut diucapkan dan tidak bolehnya kalimat itu dilontarkan.


Ketika seorang anak mendapatkan pijakan tersebut dari orang-orang di sekitarnya, maka tahapan verbal aggression akan tuntas dilaluinya. Namun, ketika tak ada pijakan, maka tahapan ini tak akan pernah tuntas dan itu akan terbawa sampai ia dewasa. Bagi mereka yang tak tuntas melewati tahapan tersebut, segala persoalan bisa diselesaikan dengan verbal aggression.

Pemimpin tipe ini sangatlah berbahaya. Instabilitas politik dan sosial pasti akan sering terjadi karena konflik mudah terpicu dari kata-kata kasarnya. Dan "penyakit" ini sulit disembuhkan karena sudah menjadi karakter pengidapnya.

Jika kita masih memilih pemimpin model begini, saya menduga kuat kita pun memiliki problem yang sama dengan orang yang kita pilih.

Wallahua'lam bishshowab


Erwyn Kurniawan



Diberdayakan oleh Blogger.