Header Ads

Belajar Lagi dari Bu Elly Risman








Dua hari sebelum heboh bully-an netizen hasil rezim revolusi mental, saya sempat "ngomel" sama anak perempuan saya. Anak kelas 3 SMK negeri, yang umurnya belum 17 tahun itu udah siap-siap pergi. Padahal saat itu jam menunjukkan pukul 17.30 Wib. Si kakak pulang dari sekolah ba'da ashar. Ditambah seorang temannya yang kebetulan tetangga rumah sudah memanggil-manggil di depan. 

Saya langsung reaktif " Mau kemana kamu?? "

Kakak menjawab ngasal, " Keluar sebentar doang "

Saya jawab agak galak--padahal emang ketus beneran, " Memang ga bisa nanti?? Apa kepentingan kamu melebihi kepentingan ngurus negara dalam keadaan genting?? "

" Yak elaahh, emang ngapa sih, Ma?? " ucap si kakak mulai meninggi. 

Eng.. Ing.. Eeng... Saatnya emak unjuk gigi, " Heh, ini udah mau Maghrib, kamu harus d irumah. Lagian, emang gini yaa, anak pinter sekarang. Demi temen sampe berani ngelawan mama??? " ucap saya tajam. 

Dan, braakkk, pintu kamar ditutup. Maunya sih, saya tendang tuh pintu sambil sebor (siram-red) pakai air seember. Tapi enggak lah, saatnya emak menahan diri dan apa yang terjadi kemudian??  Hehh, saya ngecek IG, twitter dan FB si kakak. Cari tahu dia curhatin kelakuan emaknya apa enggak di sosmed.  Beuuhh...

Beruntungnya saya belajar parenting di sosial media, termasuk belajar dari artikel-artikelnya Bu Elly Risman. Dari sana saya jadi tahu, pola didik dan produk anak-anak sekarang sudah berubah jungkir balik dari zaman saya dulu. 

Saya kadang dikomplain oleh suami, saya masih kelewat lunak sama anak-anak. Padahal, saya kalau sudah keluar judesnya, kalau ngomong suka ngejleebbb banget. Nohok ke hati. Dua anak saya yang beranjak dewasa saya perlakukan seperti orang dewasa di urusan tanggung jawab. Berhasilkah saya??  Rasanya belum. Frustasikah saya??  Nyaris. 


Tapi Bu Elly Risman yang luar biasa itu, pernah mengajarkan sebuah perjuangan orang tua menghadapi anak-anak yang menurutnya jadi korban globalisasi era media, dimana mereka sedang kekurangan figur untuk dijadikan contoh, sedang skala ketidakpuasan mereka terhadap orangtua berbanding lurus dengan skala ketidaksempurnaan orang tua sebagai manusia. Bu Elly bilang ada yang kita lakukan sebagai orang tua terhadap anak-anak kita, aset dunia akhirat kita yaitu :  Maafkan, Lupakan, dan Mohon Ampunkan!!!  Duh Gustiiiiii... 😭😭😭.

Saya merasakan sekali bagaimana beratnya perjuangan mengamalkan tiga kata sakti itu. Memaafkan, walau mereka sendiri nyaris enggak pernah memintanya. Sebab seringnya saya berinteraksi dengan anak-anak orang lain selama ini adalah, buat mereka, posisi orang tua selalu berada pada pihak tersangka. Mereka menganggap orang tua adalah pihak yang tak mau mengerti perasaan mereka. #mereskeringat. 

Sedangkan sebagai orang tua, saya tahu sekali jeritan mereka para orang tua adalah, " Mana ada siiiylh, orang tua yang mau nyelakain anak?? " See??? #garukaspal. 

Padahal yee, Mak, saban saya bikin kuis sama anak-anak kalian itu, kalau ditanya apa yang sangat ingin kalian lakukan dalam hidup ini,  90% lebih jawaban teratas mereka adalah membahagiakan orang tua.  Piye jal, awakmu dadi wong tuo?? terus salahku opoo??? 

Lalu melupakan??  Ini sama sulitnya dengan memaafkan. Bukannya ada jargon cihuy yang sering kita ucapkan sambil mengepalkan tangan, ngibasin jilbab dan benerin posisi duduk,  MEMAAFKAN TAPI TIDAK MELUPAKAN. Merdekah!!!  #ehhh.  Padahal hakekat memaafkan adalah membuang sesuatu yang enggak mengenakkan jauh-jauh dari alam pikiran kita. 






Dan yang paling cetar adalah, mohon ampunkan!!!  Yaa Rabb, Bu Elly sudah membuktikan satu perkataan beliau itu lewat permintaan maaf beliau di akun twitternya. Padahal, ngeliat cuitan para netizen ABG yang nyelekit dan keluarin kata-kata tanpa ayakan, membacot seenak udel menunjukkan pembelaan mereka pada cewek-cewek berpaha model tupperware ini saja batin saya geram, dengan kepala ngebul mendidih. Kalau saja saya kenal ama mereka, satu-satu saya jewer, sambil suruh baris di pinggir perempatan Cileungsi yang muaceett poolll sambil saya stel lagunya girlband Korea kesukaan mereka nonstop dari pagi sampai sore. 

Tapi ini enggak, Bu Elly Risman dengan kebesaran jiwa minta maaf kepada deretan bocah ini. Yang aneh ada emak-emak yang ngetwitt bilang, kalo anak -anak dia adalah pencinta girlband korea ini tapi tetep rajin belajar, sholehah, tidak sombong dan gemar menabung. Apa dia kagak sadar kali, kalo anaknya hobi ekskul pramuka. Tapi saya yakin itu emak-emak belum ikut pengajian, dan salah satu penggemar drakor juga yang lagi mengamankan posisi masing-masing dihadapan Allah. Cukup tahu dia berwala sama siapa.

Mohon ampunkan karena jalan hidup anak kita masih panjang, dengan tantangan hidup yang semakin besar dan sulit. Maka bila kita sebagai orang tua tidak bisa memohon ampunkan anak-anak kita, maka sepanjang hidup mereka kelak akan membawa-bawa "kutukan" kita sebab ridho Allah terletak pada ridho orang tua. 

Duhh Bu Elly, keep fight ya buu. Jangan pernah menyerah. Biarkan kami-kami ini tetap belajar dari ibu. Menggali hikmah dari tetesan-tetesan ilmu yang ibu sebarkan di seminar-seminar parenting. Sebab, sekolah menjadi orang tua adalah sekolah seumur hidup. Tanpa dampingan ilmu parenting, kami ini seolah butiran debu, yang diterbangkan angin, mudah jatuh dan tak bisa bangkit lagi, lalu tenggelam dalam lautan luka dalam, tersesat dan tak tau arah pulang. Cukup Ayu Tingting yang sudah punya rumah tapi sibuk dengan alamat palsu. 

Ungkapan permintaan maaf Bu Elly juga memberi pelajaran sangat berharga buat saya, bahwa apa yang dikatakan Shahrukh Khan difilm Kabhi Kushi Kabhi Gham itu bener sekali, 

"Dengan meminta maaf, bukan menunjukan seseorang itu lebih tinggi atau lebih rendah. Meminta maaf adalah bukti kebesaran jiwa pelakunya. Dan yang memberi maaf adalah orang yang memiliki kelapangan samudra yang ada pada dirinya"

Bagaimana mau minta maaf, pagi ini sebelum berangkat sekolah sudah bikin emak naek darah. Istighfar maakk... Istighfar. Lontong sudah dingin di depan. Sarapan dulu biar tetep waras. 

#kamibersamabuEllyrisman

Sri "Maks' Suharni







Diberdayakan oleh Blogger.