Header Ads

Lebai Malang dan Ridwan Kamil







Salah satu tokoh cerita rakyat yang dikisahkan kepada saya waktu kecil adalah Lebai Malang. Seorang jenaka yang ambisius namun sering blunder. Hikmah didapat dari cerita bagaimana ia melakukan intrik karena didorong sifat tamaknya, namun rupanya akal-akalan itu berbalik merugikan diri sendiri.

Tersebutlah pak Lebai Malang mendapat undangan kenduri dari dua tempat berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan. Yang satu diselenggarakan di sebuah rumah di daerah hulu sungai, dan satu lagi di hilir. Selepas sholat Isya', kenduri akan dimulai, dan diharapkan pak Lebai Malang sudah hadir tepat waktu. Begitu pesan kurir pembawa undangan.

Bimbang di hati Lebai. Bukan soal tak enak hati menolak salah satunya. Tapi Lebai tak ingin tertinggal makan enak di salah satu tempat kenduri. Maunya, dua-dua tempat ia samperi. Orang hulu terkenal dengan masakan ikan bakar yang lezat, sedang orang hilir terkenal dengan rendang dagingnya yang mantap. Amboi… terbit liur Lebai membayangkan masakan di kedua tempat itu.

Lama termenung, Lebai urung mendapat jalan keluar. Waktu sholat Isya' tiba, tak khusyuk hati Lebai saat berdiri menghadap kiblat dalam barisan jamaah di surau dekat rumah. Namun keputusan harus dibuat. Lebai pun memilih pergi ke rumah di hilir yang dekat daripada memaksakan diri ke hulu yang agak jauh.

Tiba lah Lebai di lokasi. Aktif ia menyalami orang-orang yang telah tiba dahulu. Memilih sebuah tempat, Lebai menyulut rokok sembari mengakrabi orang yang duduk di samping bangkunya. Dipandanginya suasana. Ia merasa pesta masih lama dimulai. Dan muncullah akal bulus si Lebai. Ia mohon pamit sebentar, katanya, dan akan kembali lagi tak lama. Lalu Lebai tergesa berjalan menuju hulu.

Jalan menanjak disusuri. Suara jangkrik seolah menyemangati langkah cepat Lebai memburu waktu kenduri. Dan sampai jua ia di hulu. Namun sayang, didapatinya pesta baru saja usai. Makanan telah habis dibagikan. Orang-orang pulang menjinjing bungkusan yang berisi makanan.

Maka berputar arah lah Lebai. Berlari ia kembali ke hilir. Khawatir dua kali ketinggalan pesta malam itu. Dan benar. Setibanya di hilir, kenduri juga telah usai. Lebai menyaksikan pemandangan orang-orang di kampung itu pulang ke rumah masing-masing menjinjing bungkusan makanan. Lebai tak kebagian.

Sedih lah hati Lebai. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.

Ah... Lebai. "Sikucapang Sikucapeh", kata orang Minang. Yang satu hilang, yang satu lepas. Karena ambisinya sendiri.

Dan belakangan ini, cerita Lebai mengapung di memori saya, terasosiasi oleh langkah walikota Bandung, Ridwan Kamil, yang terancam gagal mendaftar ke KPUD Jawa Barat dalam pilkada Jabar tahun depan. Apa pasal? Ridwan Kamil tak dapat kendaraan yang cukup besar untuk berlaga di lomba mendulang suara lima tahunan demi menentukan Gubernur Jawa Barat Periode 2018-2023.

Memang sudah ada Nasdem yang mendeklarasikan akan mendukung dirinya. Ridwan Kamil pun setuju. Dan ini lah blundernya.

Kang Emil, begitu walikota Bandung ini biasa disapa, sejatinya sudah berada di "kenduri hilir" kala ia didukung oleh PKS dan Gerindra saat mencalonkan diri di pilkada Bandung, tahun 2013 lalu. Setahun kemudian, PKS dan Gerindra mulai berkoalisi, dan menjadi sekutu yang awet mengimbangi koalisi pemerintah.





Bukan cuma dua partai itu, kang Emil sesungguhnya juga didukung umat Islam. Banyak yang membangga-banggakannya sebagai contoh pemimpin muslim yang sukses. Puncaknya ketika jelang pilkada DKI, kang Emil diharapkan umat maju menghadapi Ahok yang dicitrakan sebagai gubernur hebat. Tapi sayang, setelah mendapat petuah pak Jokowi, kang Emil urung mencalonkan diri. Padahal menurut info orang dalam, Presiden PKS Sohibul Iman sudah meminta Prabowo agar mengusung kang Emil. Peluangnya kalau Emil mau, sangat terbuka untuk bersaing dengan Ahok.

Banyak umat muslim yang kecewa. Tapi mereka masih menaruh harap. Memaklumi keputusan kang Emil. Dan berharap bisa melanjutkan kepemimpinan Aher di Jawa Barat.

Namun harapan umat pun memudar. Sedikit demi sedikit digoyang berita Emil yang PDKT dengan PDIP. Umat masih berpikiran positif. Tapi setelah melihat manisnya penyikapan Emil terhadap peserta aksi lilin untuk Ahok beberapa waktu lalu yang mengotori jalan di Bandung dengan tumpahan lilin, umat pun yakin Emil sudah beranjak dari kenduri di hilir menuju ke kenduri lain.

Emil mulai bertingkah. Ia ikut-ikutan memakai jargon “Bhineka”. Ia pun berfoto bersama Afi – remaja yang menghebohkan dengan tulisan plagiatnya. Umat Islam semakin yakin, Emil bermaksud meraih simpati di kalangan pro Ahok yang selama ini menghujatnya.

Dan keyakinan itu bulat penuh ketika Emil menerima pinangan Nasdem, salah satu partai pendukung penista agama, sebagai calon gubernur Jabar. “Fix, kang Emil tak lagi berpihak pada Islam,” begitu tulis netizen.

Memang, kenduri di hilir belum mulai. Belum ada deklarasi Gerindra dan PKS. Karena waktu pilkada pun masih lama. Tapi sikap Emil yang tak sabaran dan berpaling menuju pesta di hulu, sebagaimana yang terjadi pada Lebai Malang, membuat ia tak mendapat bagian dari kenduri hilir karena ketika pesta dimulai, ia telah beranjak pergi.

Bagaimana dengan pesta di hulu? Emil pun terancam tak kebagian. Pesta sudah dimulai jauh hari. Karena Golkar sudah lama memilih Dedi Mulyadi sebagai jagoannya di pilkada Jabar tahun depan. Mereka kini sedang pendekatan dengan PDIP untuk berkoalisi. Terakhir, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sudah berbicara kepada media memastikan partainya tak akan mengusung Emil.

Euleuh euleuh..... Di sana di tinggal, di sini pun gak dapet dong kang Emil? Kumaha ieu teh?

Disclaimer, waktu pendaftaran masih lama. Tetap masih ada peluang bagi Emil untuk diusung PDIP. Kita masih ingat tersebarnya video kader PDIP bernyanyi "Ahok pasti tumbang". Kenyataannya Ahok tetap jadi calon PDIP di Pigub DKI kemarin. Karena ada back up yang besar di belakang Ahok. Kita tahu siapa, dan kita tahu apa tawarannya. Begitu pun dengan Emil, mengingat di Jabar ada proyek Meikarta yang perlu diperjuangkan oleh yang berkepentingan, tampaknya ada yang bisa dijual Emil - kalau ia mau - kepada PDIP.


Dovan Ali Rizci






Diberdayakan oleh Blogger.