Header Ads

Rem Kehidupan






Hari itu, perjalanan saya dari rumah menuju ke pasar berlangsung lancar. Namun ada satu yang mengganjal. Rem depan sepeda motor saya kelihatannya bermasalah. Ketika ditekan sampai habis,  remnya terasa kurang ‘menggigit’.

Saya tidak berani memacu sepeda motor saya lebih kencang. Cukup dua puluh kilometer per jam saja. Ketika saya mencoba untuk memacu sedikit kencang dan memfungsikan kedua remnya, sepeda motor saya tidak bisa berhenti sempurna. Saya merasa panik. Namun saya tetap berjalan pelan sampai ke pasar.

Ketika sampai di pasar, saya memutuskan untuk membeli pesanan ibu saya saja. Tadinya saya sempat ingin membeli beberapa barang yang saya butuhkan. Tetapi, keinginan itu saya tunda dulu. Saat itu, yang lebih penting adalah membawa sepeda motor saya ke bengkel. Saya ingin segera tahu masalah yang terjadi pada rem motor saya.

Kemudian, saya mengendarai motor saya dari pasar menuju ke bengkel. Saya membawanya lebih berhati-hati daripada ketika berangkat dari rumah.

Alhamdulillah, saya berhasil sampai di bengkel. Walaupun harus menunggu agak lama, akhirnya motor saya diperiksa juga oleh montir. Dan ternyata benar. Ada bagian di dalam rem depan yang harus diganti. Harganya cukup murah,  enam puluh ribu Rupiah. Namun untuk keselamatan diri saya dan orang lain, harga itu tidak seberapa. Ya, selain menjadi jalan rezeki bagi bengkel motor, saya juga mendapat pelajaran penting hari itu. Ooo, begini toh rasanya kalau rem motor blong.





Setelah kejadian itu, saya jadi merenung. Kalau rem motor blong saja sudah sedemikian panik, bagaimana kalau rem kehidupan yang blong? Dalam sebuah kendaraan bermotor, rem itu berfungsi sebagai pengingat. Jika kita terlalu kencang mengendarai  motor kita dan ada kendaraan atau orang lain di depan, maka kita akan otomatis mengaktifkan rem kita. Tujuannya agar tidak menabrak apa saja yang ada di depan kita. Atau apabila berjalan pelan-pelan, kemudian ada pita kejut atau polisi tidur di hadapan, kita juga akan mengurangi kecepatan dan mengaktifkan rem kita. Agar posisi kita di kendaraan tetap stabil, tidak terjatuh.
Begitu juga dalam hidup.

Kita sering memacu hidup dengan cepat. Hingga melalaikan hak-hak lain yang harusnya lebih diprioritaskan. Tak kenal waktu belajar dan bekerja, akhirnya hak Allah, hak orang tua, hak keluarga, hak tetangga/rekan dekat menjadi lalai ditunaikan. Kalau rem kehidupan kita tidak berfungsi, kita akan melalaikan semua atau sebagian hak itu. Apa saja rem kehidupan kita yang bisa membuat kita berhenti sejenak dan lebih mengatur langkah kita?

Nasihat dari Allah dan Rasul itulah rem yang utama. Ada lagi rem yang lain? Kritik dan masukan dari orang terdekat kita. Jika beberapa rem kehidupan itu blong alias tidak kita abaikan, maka tak heran kehidupan kita akan jatuh. Allah tak ridho. Orang tua marah. Keluarga kecewa. Tetangga atau rekan dekat acuh. Lantas, apa gunanya kita terlau cepat memacu hidup namun tak ada keberkahan dan kebahagiaan yang kita dapatkan. Sia-sia jadinya.

Jadi, silakan memacu cepat hidup kita. Namun, jangan sekalipun melupakan bahwa Allah, Rasul, dan orang beriman adalah ‘rem kehidupan’ yang harus senantiasa dirawat dengan ilmu, iman, dan amal saleh.

Ayu Novita Pramesti
Depok






Diberdayakan oleh Blogger.